MENUNAIKAN AMANAH
1. Definisi
Amanah menurut bahasa berasal dari kata-kata aman yaitu kebalikan dari takut. Sedangkan amanah adalah kebalikan dari khianat.
Amanah menurut istilah artinya perilaku yang tetap dalam jiwa, dengannya seseorang menjaga diri dari apa-apa yang bukan haknya walaupun terdapat kesempatan untuk melakukannya, tanpa merugikan dirinya di hadapan orang lain. Dan menunaikan kewajibannya kepada orang lain, walaupun terdapat kesempatan untuk tidak menunaikannya tanpa merugikan dirinya di hadapan orang lain.
2. Dalil Al-Qur’an tentang Amanah
Allah SWT berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا الْأَمَانَاتِ إِلَىٰ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْلِ ۚ إِنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا﴿٥٨﴾
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’: 58)
Allah SWT berfirman,
إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَن يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنسَانُ ۖ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولًا﴿٧٢﴾
“Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zhalim dan amat bodoh,” (QS. Al-Ahzab: 72).
3. Dalil–Dalil dari Hadits tentang Amanah
Abu Hurairah RA meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda,
آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ: إِذَا حَدَثَ كَذِبَ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ
“Tanda-tanda orang munafik ada tiga; jika berbicara ia berbohong, jika berjanji ia ingkar, dan jika diberi amanah ia berkhianat.” (Muttafaq Alaihi).
Di riwayat lain ditambahkan,
وَإِنْ صَامَ وَصَلَّى وَزَعَمَ أَنَّهُ مُسْلِمٌ
‘Walaupun ia berpuasa dan shalat serta mengklaim dirinya muslim.”
Hudzaifah Al-Yamani RA berkata, Rasulullah SAW menyampaikan dua hadits kepada kami, aku mengetahui salah satunya dan masih menunggu yang lain. Rasulullah SAW bersabda: bahwa amanah itu turun di akar hati manusia kemudian Al-Qur’an turun lalu mereka mengetahui Al-Qur’an dan mengetahui Sunnah lalu seseorang itu tidur (melalaikannya?) maka amanah dicabut dari hatinya, kemudian ia tidur lagi dan amanah dicabut lagi dari hatinya dan yang tinggal hanya bekasnya, seperti bara yang jatuh ke kaki seseorang lalu ia mengangkat kakinya padahal tidak ada apa-apa di kakinya, kemudian orang itu mengambil kerikil dan orang-orang mengikutinya. Saat itu tidak ada seorang pun yang menunaikan amanah sampai ada yang mengatakan:
– “Di Bani Fulan itu ada seorang yang amanah”
– “Alangkah tabahnya dia! Alangkah pandainya dia! Alangkah cerdasnya dia! Padahal di dalam hatinya tidak ada iman sebiji zarrah pun.
Telah datang suatu masa di mana aku tidak peduli siapa di antara kalian yang aku baiat. Jika dia seorang muslim aku berharap agar dia kembali kepada agamanya dan jika dia seorang nasrani atau Yahudi aku berharap agar dia kembali kepada amal usahanya. Sedangkan hari ini aku tidak berbaiat kecuali kepada Fulan dan Fulan.” (Muttafaq Alaihi)
Hudzaifah RA dan Abu Hurairah RA berkata, bahwa Rasulullah bersabda,
“Allah mengumpulkan semua orang. Lalu orang-orang beriman berdiri hingga surga didekatkan. Mereka lalu datang kepada Adam dan berkata, “Wahai bapak kami, bukalah surga itu untuk kami” Adam AS menjawab; “Bukankah yang mengeluarkan kalian dari surga adalah kesalahan bapakmu ini, Aku tidak berhak untuk itu, pergi saja kalian ke anakku Ibrahim kekasih Allah”. Lalu Ibrahim pun berkata: “Aku tidak berhak untuk membukanya. Aku disebut sebagai kekasihnya, tidak seperti itu… tidak seperti itu, pergilah kalian ke Musa AS yang pernah diajak bicara langsung oleh Allah. Mereka pun datang kepada Musa, dan Musa AS berkata; “Aku tidak berhak untuk itu, pergilah kalian ke Isa AS Ia adalah kalimat dan ruh Allah”, Isa pun berkata; “Aku tidak berhak untuk itu”. Kemudian mereka datang kepada Muhammad SAW dan beliau kemudian berdiri dan diizinkan (oleh Allah SWT) untuk berdiri. ”Amanah” dan ”rahim”[1] diutus (untuk berangkat) lalu keduanya berdiri di samping kanan kiri sirath. Orang pertama di antara kalian lewat seperti kilat. Demi Allah, apa yang berjalan seperti kilat? Beliau bersabda, “Tidakkah kalian lihat, bagaimana ia pergi dan datang dalam sekejap saja.” Setelah itu ada yang lewat seperti angin, lalu ada yang seperti burung. Amal perbuatan berjalan bersama orang-orang itu dan nabi mereka berdiri di sirath sambil berdoa, “Rabbi, selamatkan, selamatkan, sampai amal hamba menjadi lemah. Hingga ada seseorang yang datang tidak bisa berjalan kecuali dengan merangkak. Di samping kanan dan kiri shirath itu terdapat pengait-pengait yang digantungkan dan diperintahkan untuk mengambil siapa yang perlu diambil. Ada yang tertangkap namun ia selamat dan ada yang terkait lalu dilemparkan ke neraka. Demi Dzat yang jiwa Abu Hurairah di tangannya, kedalaman neraka Jahannam itu sedalam tujuh puluh musim.” (HR. Muslim)
Abu Khubaib dan Abdullah bin Zubair berkata; “Ketika perang Jamal Zubair memanggilku dan aku berdiri di sampingnya. Ia berkata, ‘Anakku, pada hari ini tidak ada yang berperang selain orang zhalim atau yang dizhalimi. Dan aku melihat diriku pada hari ini akan terbunuh secara zhalim. Dan yang paling menggelisahkan aku adalah utangku. Lalu ia berkata apakah kita masih menyisakan sedikit harta?” Ia berkata lagi; “Anakku, juallah harta kita dan bayarlah utangku.” Ia juga berwasiat agar hartanya nanti dibagi menjadi tiga, sepertiga untuk wasiat. Yang sepertiganya lagi untuk anak-anaknya, yakni anak-anak Abdullah bin Zubair”. Ia lanjutkan; “sisa dari harta kita untuk anak-anakmu.” Hisyam berkata, “Sementara anak Abdullah menyamai sebagian anak Zubair, Khubaib dan Ubad. Yang kala itu ia mempunyai sembilan orang anak laki-laki dan sembilan perempuan. Abdullah bercerita; “Ia memberi wasiat kepadaku untuk melunasi utangnya seraya berkata; “Anakku, jika kamu tidak mampu melakukan sesuatu, maka minta tolonglah kepada Pemimpinku.” Dia berkata; “Demi Allah, aku tidak mengerti apa yang diinginkannya sampai aku bertanya kepadanya; “Ayahanda, siapakah Pemimpinmu itu?” Dia menjawab; “Allah. Demi Allah, tidak pernah ia mempunyai utang kemudian ia berdoa, ‘Wahai Pemimpin Zubair, lunasilah utangnya”. Lalu Allah melunasi utangnya. Ia berkata; “Kemudian Zubair terbunuh dan tidak meninggalkan satu dinar maupun satu dirham pun, selain beberapa bidang tanah yang di antaranya berupa hutan. Juga 11 rumah di Madinah, 2 rumah di Bashrah, 1 rumah di Kufah, dan 1 rumah di Mesir. Utang yang menjadi tanggungannya itu karena ada seseorang datang kepadanya menitipkan uang. Zubair berkata, “Tidak, ia menjadi utangku, khawatir hilang.” Setelah itu ia tidak pernah menjadi gubernur, penarik zakat, atau petugas pajak. Ia selalu berada dalam perang bersama Rasulullah, Abu Bakar, Umar, dan Utsman RA. Abdullah menceritakan, “Aku menghitung utangnya, ternyata berjumlah 2.200.000.” Hakim bin Hizam menjumpai Abdullah bin Zubair dan berkata, “Nak, saudaraku punya utang berapa?” Aku merahasiakannya dan berkata, “Seratus ribu.” Hakim berkata, “Aku pikir, harta kalian tidak cukup untuk melunasinya.” Abdullah berkata, “Bagaimana menurutmu, kalau utangnya itu 2.200.000?” ia berkata, “Menurutku kalian tidak mampu melunasinya. Kalau benar kalian tidak mampu mintalah bantuan kepadaku.” Ia menceritakan, Zubair pernah membeli hutan seharga 150.000 dan Abdullah menjualnya dengan harga 1.900.000. Ia berdiri sambil berkata, “Barangsiapa mempunyai piutang terhadap Zubair, hendaknya mengambil haknya dari hutan ini.” Kemudian Abdullah bin Ja’far datang dan mempunyai piutang terhadap Zubair 400.000. Abdullah bin Zubair berkata, “Kalau mau aku serahkan hutan itu untukmu.” Abdullah bin Ja’far berkata, “Tidak. Bagi saja untukku satu bidang.” Abdullah bin Zubair berkata; “Untukmu mulai dari sini sampai sini.”
Abdullah pun menjualnya untuk membayar utangnya dan tersisa empat setengah bagian. Ia datang ke Muawiyah yang di sana ada Amr bin Utsman, Al-Mundzir bin Zubair, dan Ibnu Zam’ah. Muawiyah berkata kepadanya, “Berapa kamu hargai hutan itu.” Abdullah menjawab, “Setiap bagian seharga seratus ribu.” Ia bertanya, “Berapa lagi yang masih tersisa?” Ia menjawab, “Empat setengah bagian.” Al-Mundzir bin Zubair berkata, “Aku mengambil satu bagian senilai seratus ribu.” Muawiyah bertanya, “Berapa yang masih tersisa?” Ia menjawab, “Satu setengah.” Ia menjawab, “Aku mengambilnya seharga seratus lima puluh ribu.” Kemudian Abdullah menjual bagiannya kepada Muawiyah seharga tujuh ratus ribu. Setelah Abdullah bin Zubair melunasi utangnya, anak-anak Zubair berkata, “Berikan hak waris kami sampai kami mengumumkannya di musim (haji) selama empat tahun, “Ketahuilah, siapa di antara kalian yang mempunyai piutang kepada Zubair hendaknya datang kepada kami akan kami lunasi. Maka setiap tahun pun ia mengumumkannya hingga empat tahun. Setelah lewat empat tahun ia membagi-bagi warisan itu dan menyisakan sepertiganya. Zubair mempunyai empat orang istri maka masing-masing mereka mendapatkan 1.100.000. Semua hartanya berjumlah 50.100.000. (Bukhari)
— Bersambung
(hdn)
Catatan Kaki:
[1] Maksudnya: Sifat Amanah dan Rahim di Akhirat nanti akan menjadi pengawal seseorang saat menyeberangi Sirath; Jika seseorang menjaga Amanah di dunia dan melakukan Silaturahim maka keduanya akan menyeberangkannya dengan selamat sampai Surga. Sebaliknya jika seseorang tidak menjaga Amanah di Dunia dan tidak melakukan Silaturahim maka keduanya tidak akan mampu mengawalnya menuju Surga.
Komentar
Posting Komentar