Telaga Kemuliaan Rasulullah di Hari Kiamat
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
KLIK untuk membaca ->![]() |
Iman kepada hari akhir / hari kemudian, yang berarti mengimani semua
peristiwa yang diberitakan dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits
shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terjadi
setelah kematian, adalah salah satu rukun iman yang wajib diyakini oleh
setiap orang yang beriman kepada Allah Ta’ala dan kebenaran agama-Nya.
Bahkan karena tingginya kedudukan iman kepada hari akhir, Allah Ta’ala
dalam banyak ayat al-Qur’an sering menggandengkan antara iman kepada-Nya
dan iman kepada hari akhir. Hal ini dikarenakan orang yang tidak
beriman kepada hari akhir maka tidak mungkin dia beriman kepada Allah
Ta’ala, sebab orang yang tidak beriman kepada hari akhir dia tidak akan
mengerjakan amal shaleh, karena seseorang tidak akan mengerjakan amal
shaleh kecuali dengan mengharapkan balasan kemuliaan dan karena takut
siksaan-Nya pada hari pembalasan kelak.
Oleh karena itu, Allah Ta’ala menggambarkan sifat orang-orang yang tidak beriman kepada hari akhir dalam firman-Nya,
{وَقَالُوا مَا هِيَ إِلا حَيَاتُنَا الدُّنْيَا نَمُوتُ وَنَحْيَا وَمَا يُهْلِكُنَا إِلا الدَّهْرُ}
“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di
dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan
kita selain masa (waktu)” (al-Jaatsiyah:24)[1].
Kewajiban Mengimani Keberadaan Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Di antara perkara yang wajib diimani sehubungan dengan iman kepada hari
akhir adalah keberadaan al-haudh (telaga) Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam sebagai kemuliaan yang Allah Ta’ala berikan kepada beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang pada hari kiamat nanti orang-orang
yang beriman dan mengikuti petunjuk beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
sewaktu di dunia akan mendatangi dan meminum air telaga yang penuh
kemuliaan tersebut, semoga Allah Ta’ala memudahkan kita untuk meraih
kemuliaan tersebut, amin.
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “(Termasuk landasan pokok Islam adalah
kewajiban) mengimani (keberadaan) telaga milik Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pada hari kiamat, yang nanti akan didatangi oleh umat
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam… sebagaimana yang disebutkan dalam
banyak hadits yang shahih (dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam)”[2].
Imam Abu Ja’far ath-Thahawi berkata, “Al-Haudh (telaga) yang dengannya
Allah Ta’ala memuliakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk
diminum (airnya) oleh umat beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada
hari kiamat nanti) adalah suatu yang benar adanya”[3].
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah ketika menjelaskan perkara-perkara yang
wajib diimani pada hari kiamat, beliau berkata[4], “Pada hari kiamat
(ada) telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan
didatangi (oleh umat beliau)…barangsiapa yang meminum (air) telaga
tersebut maka dia tidak akan merasakan haus lagi selamanya”[5].
Imam an-Nawawi mencantumkan hadits-hadits dalam “Shahih imam Muslim”
yang menyebutkan tentang telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dalam bab, “Penetapan (keberadaan) telaga Nabi kita (Muhammad)
shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti)…”[6].
Dalil-dalil yang menjelaskan keberadaan telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Hadits-hadits shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang
menjelaskan ini banyak sekali, bahkan mencapai derajat mutawatir
(diriwayatkan dari banyak jalan sehingga tidak mungkin diingkari
kebenarannya).
Imam Ibnu Katsir berkata, “Penjelasan tentang telaga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum
dari telaga tersebut pada hari kiamat – (yang disebutkan) dalam
hadits-hadits yang telah dikenal dan (diriwayatkan) dari banyak jalur
yang kuat, meskipun ini tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang
berkeras kepala menolak dan mengingkari keberadaan telaga ini…”[7].
Senada dengan ucapan di atas, imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi
menjelaskan, “Hadits-hadits (shahih) yang menyebutkan (keberadaan)
telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencapai derajat
mutawatir, diriwayatkan oleh lebih dari tiga puluh orang sahabat (dari
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam)…”[8].
Di antara hadits-hadits tersebut adalah sabda Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya setiap Nabi memiliki telaga (pada hari
kiamat nanti), dan mereka saling membanggakan siapa di antara mereka
yang paling banyak orang yang mendatangi telaganya (dari umatnya), dan
sungguh aku berharap (kepada Allah Ta’ala) bahwa akulah yang paling
banyak orang yang mendatangi (telagaku)”[9].
Juga sabda beliau dalam hadits lain, “Sesungguhnya aku akan berada di
depan kalian (ketika mendatangi telaga pada hari kiamat nanti) dan aku
akan menjadi saksi bagi kalian, demi Allah, sungguh aku sedang melihat
telagaku saat ini”[10].
Dan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya aku akan
berada di depan kalian ketika mendatangi telaga (pada hari kiamat
nanti), barangsiapa yang mendatanginya maka dia akan meminum airnya, dan
barangsiapa yang meminumnya maka dia tidak akan merasakan haus lagi
selamanya”[11].
Gambaran tentang Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam Hadits-Hadits yang Shahih
Barangsiapa yang meminum air telaga tersebut maka dia tidak akan
merasakan haus lagi selamanya, sebagaimana hadits yang tersebut di atas.
Sumber air telaga tersebut adalah sungai al-Kautsar di surga yang
Allah Ta’ala peruntukkan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Apakah kalian
mengetahui apa al-Kautsar itu?” Para sahabat menjawab, “Allah dan
Rasul-Nya yang lebih mengetahuinya.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Sesungguhnya al-Kautsar adalah sungai yang Allah
Ta’ala janjikan kepadaku, padanya terdapat banyak kebaikan, dan (airnya
akan mengalir ke) telagaku yang akan didatangi oleh umatku pada hari
kiamat (nanti)…”[12]. Dalam hadits lain beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Dialirkan pada telaga itu dua saluran air yang
(bersumber) dari (sungai al-Kautsar) di surga…”[13].
Adapun gambaran air telaga tersebut adalah sebagaimana sabda beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Airnya lebih putih dari susu dan baunya
lebih harum dari (minyak wangi) misk (kesturi)”[14]. Dalam hadits lain,
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Dan (rasanya) lebih
manis dari madu”[15].
Gayung / timba untuk mengambil air telaga tersebut sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Gayung-gayungnya adalah
seperti bintang-bintang di langit”[16]. Artinya: jumlahnya sangat banyak
dan berkilauan seperti bintang-bintang di langit[17].
Bentuk telaga tersebut adalah persegi empat sama sisi[18], sebagaimana yang disebutkan dalam hadits yang shahih[19].
Siapakah Orang-Orang yang Terpilih Mendatangi Telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam?
Mereka adalah orang-orang yang beriman kepada Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan selalu mengikuti petunjuk yang beliau sampaikan.
Adapun orang-orang yang berpaling dari petunjuk beliau sewaktu di dunia,
maka mereka akan diusir dari telaga tersebut[20].
Dalam sebuah hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjelaskan bahwa ada orang-orang yang dihalangi dan diusir dari telaga
yang penuh kemuliaan ini[21]. Karena mereka sewaktu di dunia berpaling
dari petunjuk dan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada
pemahaman dan perbuatan bid’ah, sehingga di akhirat mereka dihalangi
dari kemuliaan meminum air telaga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam ini, sebagai balasan yang sesuai dengan perbuatan mereka[22].
Imam Ibnu Abdil Barr[23] berkata, “Semua orang yang melakukan perbuatan
bid’ah yang tidak diridhai Allah dalam agama ini akan diusir dari telaga
Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada hari kiamat nanti), dan
yang paling parah di antara mereka adalah orang-orang (ahlul bid’ah)
yang menyelisihi (pemahaman) jama’ah kaum muslimin, seperti orang-orang
khawarij, syi’ah rafidhah dan para pengikut hawa nafsu, demikian pula
orang-orang yang berbuat zhalim yang melampaui batas dalam kezhaliman
dan menentang kebenaran, serta orang-orang yang melakukan dosa-dosa
besar secara terang-terangan, semua mereka ini dikhawatirkan termasuk
orang-orang yang disebutkan dalam hadits ini (yang diusir dari telaga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam)[24].
Terlebih lagi orang-orang yang mengingkari keberadaan telaga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, seperti kelompok Mu’tazilah[25],
mereka termasuk orang yang paling terancam diusir dari telaga ini.
Imam Ibnu Katsir berkata, “Penjelasan tentang telaga Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam – semoga Allah Memudahkan kita meminum
dari telaga tersebut pada hari kiamat – (yang disebutkan) dalam
hadits-hadits yang telah dikenal dan (diriwayatkan) dari banyak jalur
yang kuat, meskipun ini tidak disukai oleh orang-orang ahlul bid’ah yang
berkeras kepala menolak dan mengingkari keberadaan telaga ini. Mereka
inilah yang paling terancam untuk dihalangi (diusir) dari telaga
tersebut (pada hari kiamat)[26], sebagaimana ucapan salah seorang ulama
salaf: “Barangsiapa yang mendustakan (mengingkari) suatu kemuliaan maka
dia tidak akan mendapatkan kemuliaan tersebut…”[27].
Imam Ibnu Abil ‘Izzi al-Hanafi berkata, “Semoga Allah membinasakan
orang-orang yang mengingkari keberadaan telaga ini, dan alangkah
pantasnya mereka ini untuk dihalangi dari mendatangi telaga tersebut
pada hari (ketika manusia mengalami) dahaga yang sangat berat (hari
kiamat)”[28].
Penutup
Demikianlah penjelasan ringkas tentang telaga kemuliaan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang kewajiban mengimaninya merupakan
perkara penting yang berhubungan dengan iman kepada hari akhir dan
merupakan salah satu prinsip dasar akidah Ahlus sunnah wal jamaah, yang
tercantum dalam kitab-kitab akidah para imam Ahlus sunnah.
Semoga Allah Ta’ala senantiasa melimpahkan taufik-Nya kepada kita semua
untuk dapat meraih semua kebaikan dan kemuliaan yang dijanjikan-Nya di
dunia dan di akhirat kelak, sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar,
Maha Dekat, dan Maha Mengabulkan doa.
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
Kota Kendari, 3 Sya’ban 1431 H
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
Artikel www.muslim.or.id
[1] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/528).
[2] Kitab “Ushuulus sunnah” (hal. 3-4).
[3] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith thahaawiyyah” (hal. 227).
[4] Kitab “Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/572).
[5] Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih yang akan kami sebutkan insya Allah.
[6] Kitab “Shahih imam Muslim” (4/1791).
[7] Kitab “An Nihayah fiil fitani wal malaahim” (hal. 127).
[8] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith thahaawiyyah” (hal. 227).
[9] HR at-Tirmidzi (no. 2443) dan ath-Thabarani dalam “al-Mu’jamul
Kabiir” (no. 6881), juga dari jalur lain (no. 7053) dari sahabat Samurah
bin Jundub, hadits ini sanadnya lemah, akan tetapi diriwayatkan dari
beberapa jalur yang saling menguatkan, sehingga hadits ini mencapai
derajat hasan atau bahkan shahih, sebagaimana penjelasan syaikh
al-Albani dalam “Silsilatul ahaaditsish shahiihah” (no. 1589).
[10] HSR al-Bukhari (no. 6218) dan Muslim (no. 2296) dari sahabat ‘Uqbah bin ‘Amir.
[11] HSR al-Bukhari (no. 6643) dan Muslim (no. 2290) dari sahabat Sahl bin Sa’ad as-Saa’idi.
[12] HSR Muslim (no. 400) dari sahabat Anas bin Malik.
[13] HSR Muslim (no. 2300) dari sahabat Abu Dzar al-Gifaari.
[14] HSR al-Bukhari (no. 6208) dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[15] HSR Muslim (no. 2301) dari sahabat Tsauban.
[16] HSR al-Bukhari (no. 6208) dan Muslim (no. 2292) dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[17] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/573).
[18] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/463).
[19] HSR Muslim (no. 2292) dari sahabat Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash.
[20] Lihat keterangan syaikh al-‘Utsaimin dalam ”Syarhul ‘aqiidatil waasithiyyah” (2/573).
[21] Riwayat imam al-Bukhari (no. 6211) dan Muslim (no. 2304) dari Anas bin Malik.
[22] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/468).
[23] Beliau adalah Yusuf bin Abdullah bin Muhammad bin Abdul Barr An
Namari Al Andalusi (wafat 463 H), syaikhul Islam dan imam besar ahlus
Sunnah dari wilayah Magrib, penulis banyak kitab hadits dan fikih yang
sangat bermanfaat. Biografi beliau dalam kitab “Tadzkiratul huffaazh”
(3/1128).
[24] Kitab “Syarh Az Zarqaani ‘ala muwaththa-il imaami Maalik” (1/65).
[25] Lihat keterangan syaikh Shaleh Alu syaikh dalam ”Syarhul ‘aqiidatith Thahaawiyyah” (1/468).
[26] Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits shahih di atas
[27] Kitab “An Nihayah fiil fitani wal malaahim” (hal. 127).
[28] Kitab “Syarhul ‘aqiidatith thahaawiyyah” (hal. 229).
Dari artikel Telaga Kemuliaan Rasulullah pada Hari Kiamat
- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Komentar
Posting Komentar