ZUHUD DAN TAMAK

Bagaimana belajar jadi orang zuhud? Hadits #31 dari hadits Arbain karya Imam Nawawi berikut akan menjelaskannya.

Hadits Al-Arbain An-Nawawiyah #31

عَنْ أَبِي العَبَّاسِ سَعْدِ بْنِ سَهْلٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ: دُلَّنِي عَلَى عَمَلٍ إِذَا عَمِلْتُهُ أَحَبَّنِيَ اللهُ وَأَحَبَّنِيَ النَّاسُ؟ فَقَالَ: «اِزْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللهُ، وَازْهَدْ فِيْمَا عِنْدَ النَّاسِ يُحِبَّكَ النَّاسُ» حَدِيْثٌ حَسَنٌ رَوَاهُ ابْنُ مَاجَهْ وَغَيْرُهُ بِأَسَانِيْدَ حَسَنَةٍ.


Dari Abul Abbas Sa’ad bin Sahl As-Sa’idi radhiyallahu ‘anhu berkata, “Ada seseorang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tunjukkanlah kepadaku suatu amal yang apabila aku lakukan, Allah mencintaiku dan manusia juga mencintaiku.” Beliau menjawab, “Zuhudlah di dunia, maka Allah akan mencintaimu. Begitu pula, zuhudlah dari apa yang ada di tangan manusia, maka manusia akan mencintaimu.” (Hadits hasan, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan selainnya dengan sanad hasan) [HR. Ibnu Majah, no. 4102. Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 944 mengatakan bahwa hadits ini hasan].

Keterangan hadits:

Zuhud secara bahasa berarti meninggalkan.

Izhad artinya zuhudlah maksudnya mengambil kadar darurat atau hajat dari dunia yang Allah halalkan.

Ibnul Qayyim mendengar gurunya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, berkata,

الزُّهْدُ تَرْكُ مَالاَ يَنْفَعُ فِي الآخِرَةِ وَالوَرَعُ : تَرْكُ مَا تَخَافُ ضَرَرَهُ فِي الآخِرَةِ

“Zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat untuk akhirat. Sedangkan wara’ adalah meninggalkan sesuatu yang membawa mudarat di akhirat.”

Ibnul Qayyim lantas berkata, “Itulah pengertian zuhud dan wara’ yang paling bagus dan paling mencakup.” (Madarij As-Salikin, 2:10, dinukil dari Minhah Al-‘Allam, 3:138)

Dalam hadits, ada dua nasihat pokok:

  1. Zuhud pada dunia, akan mendatangkan kecintaan Allah.
  2. Zuhud pada apa yang ada di sisi manusia, akan mendatangkan kecintaan manusia. (Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:177)

Dunia itu artinya suatu yang rendah atau dekat. Dunia disebut demikian karena dua sebab yaitu:

  • dilihat dari sisi waktu karena dunia itu sebelum akhirat.
  • dilihat dari sisi kedudukannya, lebih rendah dibanding akhirat. (Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hlm. 347)

Faedah Hadits

Pertama:

Sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat tamak dalam melakukan setiap kebaikan. Mereka adalah manusia yang terdepan dalam melaksanakan kebaikan daripada yang lainnya. Para sahabat betul-betul ingin mengetahui suatu amalan yang dapat menyebabkan mereka mendapatkan kecintaan Allah dan kecintaan manusia. Oleh karena itu, mereka menanyakan hal ini kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua:

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamZuhudlah terhadap dunia, niscaya Allah akan mencintaimu” menunjukkan bahwa kecintaan Allah diperoleh dengan zuhud terhadap dunia. Definisi yang paling bagus, ‘zuhud terhadap dunia’ adalah seseorang meninggalkan sesuatu yang dapat melalaikannya dari mengingat Allah.

Abu Sulaiman Ad-Daaraniy mengatakan, “Para ulama di Irak berselisih pendapat mengenai pengertian zuhud. Di antara mereka ada yang mengatakan bahwa zuhud adalah menjauh dari manusia. Ada pula yang mengatakan bahwa zuhud adalah meninggalkan berbagai nafsu sya6. Ada juga yang mengatakan bahwa zuhud adalah tidak pernah kenyang. Semua definisi ini memiliki maksud yang sama.”

Ad-Daaraniy cenderung pada pendapat, zuhud adalah meninggalkan sesuatu yang dapat melalaikan dari mengingat Allah ‘azza wa jalla. Definisi beliau ini sangatlah bagus. Karena definisi yang beliau ajukan telah mencakup makna dan macam-macam zuhud. Lihat Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2:186.

Ketiga:

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Zuhudlah pula terhadap apa yang ada pada manusia, niscaya manusia mencintaimu”. Manusia dikenal begitu tamak terhadap harta dan berbagai kesenangan di kehidupan dunia. Kebanyakan manusia sangat kikir untuk mengeluarkan hartanya dan enggan untuk berderma.  Padahal Allah Ta’alaberfirman,

فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ وَاسْمَعُوا وَأَطِيعُوا وَأَنفِقُوا خَيْراً لِّأَنفُسِكُمْ وَمَن يُوقَ شُحَّ نَفْسِهِ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At-Taghaabun: 16)

Seharusnya seseorang tidak terkagum-kagum dengan orang yang sangat tamak terhadap dunia dan menampakkan padanya. Jika seseorang merasa cukup dengan apa yang ada pada manusia, dia akan memperoleh kecintaan mereka dan manusia pun akan mencintainya. Jika sudah demikian, maka dia akan selamat dari kejelekan mereka.

Faedah lainnya:

  1. Para sahabat sangat bersemangat melakukan sesuatu yang dapat mendatangkan kecintaann Allah dan manusia.
  2. Dalam hadits di atas terdapat dalil adanya sifat mahabbah (kecintaan) bagi Allah ‘azza wa jalla.
  3. Sesungguhnya kebaikan bagi hamba adalah jika Allah mencintainya.
  4. Untuk memperoleh kecintaan Allah dengan zuhud pada dunia.
  5. Sesungguhnya jika seseorang zuhud terhadap apa yang ada pada manusia, hal itu merupakan sebab baginya untuk mendapatkan kecintaan mereka. Zuhud seperti ini akan membuatnya memperoleh kebaikan dan keselamatan dari berbagai kejelekan manusia.
  6. Hukum zuhud:
  • Zuhud pada syirik: wajib
  • Zuhud pada maksiat: wajib
  • Zuhud pada yang halal: sunnah, itulah bahasan hadits.

Kaedah dari hadits:

كُلَّمَا كُنْتَ عَمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ كُلَّمَا كُنْتَ لَهُمْ أَحَبَّ

Kullama kunta ‘amma fii aydin naas ab’ad kullamaa kunta lahum ahabb.

Artinya: Jika engkau semakin menjauh dari segala yang dimiliki manusia, engkau akan mendapatkan cinta mereka.

Referensi:

  1. Fathu Al-Qawi Al-Matin. Cetakan kedua, Tahun 1436 H. Syaikh ‘Abdul Muhsin bin Muhammad Al-‘Abbad Al-Badr.
  2. Jaami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, Tahun 1432 H. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
  3. Khulashah Al-Fawaid wa Al-Qawa’id min Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah. Ibnu Rajab Al-Hambali. Syaikh ‘Abdullah Al-Farih.
  4. Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. Cetakan pertama, Tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi. Jilid kesepuluh.
  5. Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah. Cetakan ketiga, Tahun 1425 H. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin. Dar Ats-Tsuraya.

Hadits Nasai No. 2559 | Siapa yang Allah beri harta dengan tanpa meminta

Telah? mengabarkan kepada kami Katsir bin 'Ubaid, ia berkata; telah? menceritakan kepada kami Muhammad bin Harb dari Az Zubaidy dari Az Zuhri dari As Saib bin Yazid bahwa Huwaithib bin Abdul 'Uzza telah mengabarkan kepadanya bahwa Abdullah bin As Sa'di telah mengabarkan kepadanya bahwa ia datang kepada Umar bin Al Khathab pada masa kekhilafahannya, lalu Umar berkata kepadanya; Benarkah berita yang sampai padaku, bahwa engkau mengurusi beberapa pekerjaan manusia, kemudian apabila engkau diberi uang maka engkau menolaknya?. Maka aku katakan; benar. Lalu Umar radliallahu 'anhu berkata; "apa yang kamu inginkan dengan melakukan hal tersebut?" Maka saya katakan; "saya memiliki beberapa ekor kuda, serta beberapa sahaya dan aku dalam keadaan baik. Saya ingin amalanku menjadi sedekah kepada orang-orang muslim". Maka Umar berkata kepadanya; "Janganlah engkau melakukan hal tersebut, sesungguhnya aku pernah berkeinginan seperti yang engkau inginkan. Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memberikan pemberian kepadaku lalu aku katakan; berikan kepada orang yang lebih membutuhkannya daripada diriku. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Ambillah kemudian kembangkan atau sedekahkan, apa yang datang kepadamu dari harta ini sedang kamu tidak tamak dan tidak meminta maka ambillah dan yang tidak demikian maka janganlah engkau perturutkan dirimu."

Hadits Muslim No. 1736 | Larangan untuk rakus kepada dunia

Dan telah menceritakan kepadaku Yahya bin Yahya dan Sa'id bin Manshur dan Qutaibah bin Sa'id semuanya dari Abu Awanah - Yahya berkata- telah mengabarkan kepada kami Abu Awanah dari Qatadah dari Anas ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Setiap manusia pasti akan menjadi tua. Namun jiwanya tetap muda mengenai dua perkara, yaitu: Tamak akan harta benda dan selalu ingin panjang umur." Dan telah menceritakan kepadaku Abu Ghassan Al Misma'i dan Muhammad bin Al Mutsanna keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Mu'adz bin Hisyam telah menceritakan kepadaku bapakku dari Qatadah dari Anas bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda dengan hadits yang semisal. Dan Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Al Mutsanna dan Ibnu Basysyar keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja'far telah menceritakan kepada kami Syu'bah ia berkata, saya mendengar Qatadah menceritakan dari Anas bin Malik dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, dengan hadits yang serupa.

  • Hadits Tirmidzi No. 2372 | Sifat bejana telaga

    Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya Al Azdi Al Bashri telah menceritakan kepada kami 'Abdus Shamad bin 'Abdul Warits telah menceritakan kepada kami Hasyim bin Sa'id Al Kufi telah menceritakan kepada kami Zaid Al Khats'ami dari Asma` binti 'Umais Al Khats'amiyah berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Salam bersabda: "Seburuk buruk hamba adalah hamba yang sombong, berbangga diri dan lupa terhadap Dzat yang maha besar dan maha tinggi, seburuk buruk hamba adalah hamba yang diktator dan kejam dan dia lupa terhadap Dzat yang maha perkasa lagi maha tinggi, seburuk buruk hamba adalah hamba yang lupa dan lalai dan lupa akan kuburan dan ujian, seburuk buruk hamba adalah hamba yang melampaui batas dan berlebih lebihan, lupa terhadap adanya permulaan dan kesudahan, seburuk buruk hamba adalah hamba yang mencari dunia dengan mengorbankan agama, seburuk buruk hamba adalah hamba yang mencari agama dengan hal hal yang syubhat, seburuk buruk hamba adalah hamba yang dikendalikan oleh sifat tamak, seburuk buruk hamba adalah hamba yang dikuasai oleh hawa nafsu yang menyesatkannya dan seburuk buruk hamba adalah hamba yang dikuasai sifat rakus yang menjadikannya hina." Abu Isa berkata: Hadits ini gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur sanad ini sedangkan sanadnya tidak kuat."

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ILMU HADITS

Faedah Gambar Sandal Nabi Muhammad SAW (MITSAALUNNA’ LISYARIIF)